Selasa, 21 September 2010

BAHAYA PLURALISME DAN DIALOG ANTAR AGAMA

(Oleh :Yasir Maqosid, Lc)
Pengantar


Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme. Paham-paham seperti ini tidak lani datang dari Barat dan bertujuan menjajah pola pikir bangsa ini.
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman." (QS. Ali Imron 3 : 100)

Saat ini wacana pluralisme agama gencar dikampanyekan di forum-forum seminar kampus, pesantren, bahkan masjid. Maksud dari pluralisme agama adalah mengakui bahwa semua agama adalah benar dan semua agama memilik kedudukan yang sederajat. Pemahaman seperti ini jelas salah dan sangat bertentangan dengan akidah umat Islam. Seorang muslim sejati haruslah berkeyakinan bahwa Islam satu-satunya agama yang benar, sedangkan agama yang lain tidak benar. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya agama (yang benar) disisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali Imron 3 : 19)

Salah satu program yang digalakkan dengan adanya pluralisme agama adalah membentuk rumah ibadah dalam satu tempat. Disatu lokasi tersebut dibangun tempat ibadah umas Islam, Kristen, Protestan, Budha, dan Hindu. Bahkan sudah ada pemikiran untuk mencetak kitab suci umat Islam, Kristen, dan Yahudi dalam satu sampul buku.

Adapun pemahaman pluralisme agama dikampanyekan dalam benyuk seminar dan dialog antar agama. Dialog antar agama ini mengundang para ulama, pastor, pemuka agama Hindu dan Budha. Dialog antar agama ini bertujuan untuk :
1. Menyeru kesamaan dan kesetaraan agama dan peradaban, serta mengakui bahwa tidak ada agama atau peradaban yang lebih baik diatas yang lain.
2. Menerima keberadaan agama atau peradaban lain sebagaimana adanya, serta mengungkap konsep agama dan peradaban lain tanpa memberikan penilaian salah terhadapnya. Tujuannya agar saling memahami dan mengakui pihak lain tanpa batas atau syarat tertentu.
3. Menciptakan satu peradaban alternatif yang unggul dengan mencari titik tentu dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalam setiap agma atau peradaban. 


Padahal, pada hakikat dialog agama tidaklah mungkin dilakukan. Sebagai contoh, seorang muslim tidak mungkin bisa menerima bahwa tuhan bisa beristri dan beranak (sebagaimana klaim dari agama Kristen). Begitu pula sebaliknya, umar Kristiani tidak mungkin bisa menerima bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi akhir jaman. Sebab, umat kristiani berkayakinan bahwa Muhammad adalah seorang pembohong dan Al-Qur'an adalah karangan Nabi Muhammad.

Tentang ketidaksetujuannya terhadap dialog agama, Buya Hamka menulis sebagai berikut : "Si orang Islam diharuskan khusyu' mendengarkan bahwa Tuhan Allah beranak, dan Yesus Kristus ialah Allah". Sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad SAW dengan tenang, padahal mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi. Dan Al-Qur'an bukanlah kitab suci melainkan buku karangan Muhammad saja.

Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang disuruh tafakur mendengarkan Al-Qur'an, atau orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Allah itu ialah satu ditambah dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dantidak dapat mereka terima....

Pada hakekatnya mereka itu tidak ada yang toleransi. Mereka kedua belah pihak hanya menekan perasaan, mendengarkan ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka. Jiwa, raga, hati, sanubari, dan otak, tidak bisa menerima.

Kalau keterangan orang Islam bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman, penutup sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen akan mengatakan bahwa keterangan orang Islam ini harus ditolak. Dalam hal kepercayaan tidak ada toleransi. Sementara sang pastor dan pendeta menerangkan bahwa dosa waris Nabi Adam, dtebus oleh Yesus Kristus di atas kayu salib, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan jalan selamat hanya percaya dan cinta dalam Yesus. "(Kutipan tulisan Prof. Hamka yang berjudul "Toleransi, Sekulerisme, atau Sinkretisme.")

Adapun bahaya dari adanya dialog antar agama, sebagaimana ditulis oleh Rokhmat S. Labib, M.E.I. adalah sebagai berikut :
Pertama, mengikis keimanan tentang Islam sebagai satu-satunya kebenaran. Tema yang senantiasa dibahas dalam dialog dan dianggap sebagai problem bersama adalah munculnya ketegangan dan konflik yang dilatari perbedaan agama. Solusi yang selalu ditawarkan dalam berbagai dialog itu adalah mengikis habis sikap fanatisme agama yang dianggap sebagai biang perselisihan. Oleh karenanya, klaim oleh setiap agama ang mengaku sebagai satu-satunya kebenaran harus disingkirkan jauh-jauh. Sebagai gantnya, dikembangkan sikap saling menghormati, mau menerima perbedaan, dan tidak saling menyalahkan. Bahkan harus dicari sisi-sisi persamaan antara agama, seperti ajaran cinta kasih, perdamaian, persaudaraan, keadilan, dan sebagainya yang selanjutnya menjadi agenda bersama untuk disebarkan di tengah masyarakat. Solusi ini tentu dapat merusak keimanan seseorang.
Kedua, memasung totalitas Islam dan mereduksi ajaran Islam. Di antara tujuan dialog antar agama yang sering didengungkan adalah menciptakan kehidupan moderat. 
Sedangkan kehidupan moderat adalah menjauhkan peran agama dari kehidupan. Sikap itu jelas akan memasung totalitas syariat Islam yang mengatur seluruh kehidupan dan mereduksinya hanya hanya menjadi agama yang mengatur urusan 'Ubudiyyah dan privat lainnya. Ini berarti, dialog antar agama makin menjauhkan umat Islam dari perjuangan menegakkan syare'at.

Sumber : Buletin Masjid Agung "Al-JAMI' Kota Pekalongan (edisi 18/15 Mei 2009)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More